“Kau percaya masa depan masih memiliki kita?”
“Akan selalu ada kita. Aku percaya.”
NANTI tidak bisa begitu saja menoleh dan pergi dari masa lalu meskipun ia sudah berkali-kali melakukannya. Terakhir, ia mengucapkan selamat tinggal dan menikah dengan lelaki yang kini berbaring di makamnya itu.
Aku tidak pernah ingin mengucapkan selamat tinggal.
Aku tidak pernah mau beranjak dari masa lalu.
Masa lalu, bagiku, hanyalah masa depan yang pergi sementara.
Namun, ada saatnya ingatan akan kelelahan dan meletakkan masa lalu di tepi jalan. Angin akan datang menerbangkannya ke penjuru tiada. Menepikannya ke liang lupa. Dengan menuliskannya, ke dalam buku, misalnya, masa lalu mungkin akan berbaring abadi di halaman-halamannya.
Maka, akhirnya, kisah ini kuceritakan juga.