Menyusuri Kerenyahan Nothingness

Menyusuri Kerenyahan Nothingness

Ingat Wimar Witoelar (WW) biasanya orang akan ingat Perspektif. Lewat acara inilah WW dikenal sebagai pembawa acara televisi yang menurut saya paling rileks dan spontan dalam berdiskusi. Gaya bicaranya apa adanya, penuh argumen, sarat keterangan bahkan paradoks. Namun tetap gampang dipahami dan terkadang membuat tertawa orang. Dari gaya bicara, orang mudah menduga WW orang yang berwawasan luas. Maka tak heran bila WW mendapat julukan si manusia dunia.

IWW tidak hanya pandai berbincang-bincang. Di kolom-kolom media massa, majalah, hingga media online WW kita lihat, ia kerap menuliskan pikiran-pikirannya. Termasuk tulisan-tulisan ringan yang pernah dibukukan Gagasmedia dalam A Book About Nothing. Buku yang diterbitkan tahun 2006 itu berisi esai-esai ringan, soal nothing. WW kembali merilis buku yang serupa berjudul More About Nothing. Buku bersampul orange ini baru saja di launching di Alun-Alun Indonesia, Grand Indonesia, Jakarta, Jumat lalu ( 29/05/09).

More About Nothing berisi kumpulan kisah-kisah kecil yang pernah dimuat di Area Magazine. Yang kemudian tulisan-tulisan tersebut diseleksi dan dipilih menjadi 27 cerita. Kisah-kisahnya diambil dari cerita sehari-hari yang sempat melintas dipikiran WW dan menarik menurutnya. Seperti yang dikatakan WW dalam acara peluncuran buku, “Kisah-kisah dalam buku tersebut berhubungan dengan kejadian nyata dan berelasi dengan orang; menyangkut kehidupan orang, menyentuh perasaan orang, dan dibuat dengan kata-kata yang sederhana.”

Inilah dibalik alasan WW menuliskan soal nothing.

Cerita ada di mana-mana. Tinggal kita pasang keranjang, buka mata, telinga, dan terutama hati. Setiap orang yang lewat di mal punya cerita di balik muka cueknya. Setiap webpage memberikan link pada cerita, dan setiap ucapan selintas di televisi mengingatkan pada cerita panjang.

There are so many stories about everything, and so much ado about nothing. Nothing is everything.

Melihat sebuah gambaran dunia memang tak melulu harus berangkat dari hal-hal besar dan abstrak. Contohnya dalam tulisan Menyesuaikan Irama. Menurut WW, orang hidup berdasarkan irama waktu dan siklus “Circadian Rhythm”. Bangun tidur, lapar, makan, haus, minum itulah siklus Circadian Rhythm. Tubuh dihadapkan pada ruang dan waktu yang berbeda. Serta ketika tubuh perlu disiapkan untuk beradaptasi dengan aneka kenyataan, termasuk perbedaan waktu dan budaya.

Di lain cerita, WW tak melewatkan pertanyaan ajaib yang dilontarkan anak usia tiga tahun pada ibunya. “Kenapa ikan tidak pernah kejedot kaca akuarium? Atau soal orang yang sibuk dan terburu yang tak jarang lupa, hingga menyambar remote AC yang dikiranya ponsel. Sepenggal kisah di atas adalah bagian dari 27 tulisan lainnya yang disuguhkan seringan kapas, namun tetap berisi.

Kumpulan tulisan mantan juru bicara kepresidenan di masa Abdurrahman Wahid ini, memang cerdas, mengalir sebagaimana gaya berbicaranya. Membaca tulisan-tulisan dalam buku ini seperti sedang membayangkan WW sedang bercerita secara nyata. Buku ini layak dibaca siapa saja. Tak terkecuali orang yang super sibuk, seperti yang sering terlihat di pelataran ibukota Indonesia, Jakarta.

Terkadang dalam tulisan-tulisan WW ditemukan ada paradoks dalam isi tulisan. Saya hanya menduga, mungkin WW ingin menunjukkan dunia ini memang penuh paradoks, pertentangan, bahkan ketidakadilan. Selain itu WW, mungkin ingin menangkap keseimbangan dalam melihat sebuah fenomena. Pendeknya, segala adalah dua sisi mata uang yang sulit terpisahkan; saling berpasangan: hitam-putih, kaya-miskin, dan seterusnya.

Inilah oleh-oleh renyah dari nothingness ala WW. Bukan soal yang filosofis seperti halnya Being and Nothingness milik Sartre. Nothing bukan pula soal kehampaan yang tiada makna. Nothingness di sini bisa berupa apa saja yang bisa membuktikan bahwa hal-hal sepele pun bisa mencerahkan dan mengantarkan kita untuk terhibur, tertawa, dan merenung. Selebihnya, buku ini memang soal fenomena-fenomena ‘sepele’ dalam sudut mata dan hati seorang WW. Dalam bahasa Raditya Dika, WW berhasil membuat nothingness menjadi something.

Yang pasti menyenangkan. Sebab ending di kisah-kisah dalam More About Nothing seringkali mengundang tawa spontan. Inilah secuil dari kelebihan tulisan-tulisan dari pria berambut keriting dan bermata sipit ini. Buktikan saja dan simak kumpulan kisah ini. Mari menyusuri kerenyahan nothingness.