Silvia Iskandar: Mendapat Inspirasi dan Harapan dari Jepang

Screen Shot 2014-05-20 at 10.20.15 AM

Awalnya, hari itu Hana jalani seperti biasa. Ia tak menyangka pada hari itu pula, gempa besar dan tsunami menyerang kotanya, Minami Souma. Gadis keturunan Indonesia-Jepang itu tak hanya kehilangan rumah, dia juga kehilangan ibunya.

Screen Shot 2014-05-20 at 10.20.15 AMAwalnya, hari itu Hana jalani seperti biasa. Ia tak menyangka pada hari itu pula, gempa besar dan tsunami menyerang kotanya, Minami Souma. Gadis keturunan Indonesia-Jepang itu tak hanya kehilangan rumah, dia juga kehilangan ibunya.

Cerita di atas adalah penggalan novel Only Hope karya Silvia Iskandar. Berlatar tsunami di Jepang, Silvia mampu membangkitkan rasa emosional para pembacanya. Tidak hanya Only Hope, Silvia juga menulis buku Omiyage dan Sakura Wonder yang berlatar negara Jepang. Seperti apa kariernya di dunia penulisan? Simak hasil wawancaranya berikut ini.

Silvia Iskandar sudah tertarik menulis sejak duduk di bangku SMP. Ia gemar membaca mulai dari serial Trio Detektif, Lima Sekawan, sampai Agatha Christie. Saat berusia 13 tahun, ia diajak ke makam nenek buyutnya untuk mengurus pemindahan makam karena akan digusur. Seketika ia berpikir, “Rasanya kok hidup sia-sia sekali, tidak ada yang bisa disumbangkan untuk dunia. Jadi bagaimana supaya saya bisa dikenal orang lebih lama? Saya bukan orang cantik, pintar atau kaya raya. Apa yang bisa saya tinggalkan di dunia ini, sesuatu yang bisa hidup lebih lama dari saya? Yang saya punya cuma kemampuan menulis yang masih mentah sekali. Tapi saya sudah banyak membaca buku, saya merasa itu bisa menjadi bekal yang baik untuk saya. ”

Tulisan pertama Silvia dimuat di majalah Ananda. Ada sebuah kolom kecil sekitar ½ halaman dimana Silvia menulis cerita.

“Waktu itu di kelas kami belajar tentang pahlawan RW Monginsidi, dan ada teman yang salah menyebut namanya, Robert Wortel Monginsidi, keras-keras di tengah pelajaran, sampai kami semua tertawa terbahak-bahak. Pengalaman ini saya angkat menjadi bahan tulisan humor di majalah tersebut,” kenang Silvia.

Inspirasi menulis Silvia biasanya datang dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain yang diberi bumbu fiksi. Kadang untuk menyalurkan inspirasi tersebut, terdapat kendala yang ditemui. Waktu menjadi kendala utama karena selain menulis, ia juga sambil bekerja dan mengurus anak. Namun untuk menemukan mood yang bagus, ia mempunyai trik sendiri.

“Biasanya kalau sudah mampet, saya tinggalkan naskah. Bisa berhari-hari, bisa berbulan-bulan. Saya mencari ilham dan berpikir kalau sedang jalan sendirian ke kantor atau duduk bengong di kereta. Jadi begitu kembali ke naskah, sudah ada satu episode lengkap yang siap diketik. Sehingga mood tidak jadi masalah, yang jadi masalah ya itu…sudah siap diketik, tapi tidak ada waktu. Ditahan-tahan jadi seperti orang kebelet..hahaha..” ujar Silvia.

Silvia mendapat pengalaman menarik selama menulis, yaitu saat seorang pembaca menghubunginya dan mengatakan bahwa berkat buku Sakura Wonder, dia jadi tahu ada beasiswa Monbusho, dan dia pun mendaftarkan diri dan belajar giat supaya bisa mendapat beasiswa tersebut. Sayang sekali dia gagal mendapatkan beasiswa tersebut. Meski begitu, Silvia senang sekali karena bukunya dapat membuka wawasan pembaca.

“Jadi saya merasa penulis itu mengemban tanggung jawab besar. Walau mungkin yang ditulis adalah novel fiksi, tapi misi saya adalah ‘to entertain and educate’. Pembaca harus dapat sesuatu yang berguna dari tulisan saya, walaupun itu cerita fiktif,” ujar wanita yang pernah menulis naskah untuk radio Tokyo Beat ini.

Mengenai buku terbarunya, Only Hope, menceritakan tentang kehidupan orang-orang yang terperangkap di tempat pengungsian akibat tsunami besar di Tohoku, Jepang tahun 2011. Wanita yang sempat tinggal di Tokyo ini mengungkapkan bahwa setiap 60 tahun sekali, Jepang akan mengalami gempa yang luar biasa besar. Saat gempa terjadi, ia sudah keluar dari Jepang dan teman-temannya mengalami dampak tsunami tersebut.

“Saya terpukul, saya selamat sendiri, tapi teman-teman menderita dan saya tidak bisa berbuat apa-apa. Namun dari jejaring sosial dan berbagai sumber, saya menyaksikan dari sikap teman-teman sendiri, maupun para korban bahwa manusia itu makhluk yang tidak bisa dikalahkan asal ada harapan. Saya kagum dan sikap mereka itu menginspirasi saya.”

Silvia memiliki cita-cita yang belum tercapai hingga saat ini, yaitu ingin menulis buku yang lebih bagus untuk diterjemahkan ke bahasa Inggris atau Jepang supaya teman-temannya di Jepang dapat menikmati karyanya. Ia juga berharap, supaya penulis-penulis dari Indonesia namanya bisa harum di mancanegara.

“Karya-karya lokal makin banyak diterjemahkan ke bahasa Inggris dan bisa dibeli di luar negeri oleh orang-orang asing. Karena saya percaya kita tidak kalah kualitas, cuma kalah promosi,” tutup Silvia.


Screen Shot 2014-05-20 at 10.21.02 AM

Penasaran seperti apa cerita kehidupan para pengungsi setelah tsunami di Jepang? Nikmati kisahnya di Only Hope karya Silvia Iskandar. Para pengungsi itu ingin melanjutkan hidup, mencoba bertahan dengan harapan yang perlahan terkikis.

 

                                                                               beli