Tamu dari Langit itu Bernama Nara

Hibernating system deactivated.”
Sebuah suara robot. Lalu….
Awekening crews on entire level systems.”

Beberapa saat kemudian, seorang gadis 16 tahun melangkah menuju Ruang Kendali. Sambil menguap, ia menatap ke luar jendela. Rambut hitam panjangnya yang tebal membingkai muka bulat dengan mimik yang menggemaskan. Sejenak ia membiasakan diri dengan cahaya-cahaya yang telah lama dipisahkan dari alam mimpinya yang kelabu. Ia memerhatikan tombol-tombol automatic pilot dengan takjub.

Gadis itu bernama Nara, putri planet Dreine. Nara dan seluruh keluarganya harus melakukan perjalanan menuju Bumi untuk mencari jejak-jejak sang ayah yang telah lama menghilang.

Sesampainya Nara di Bumi, nggak disangka ia bertemu seseorang yang nyebelin banget! Yup, Alex. Cowok tampan berambut cokelat tua sebahu yang membuatnya terlihat macho. Namun sayang, penampilan Alex yang oke nggak ditunjang dengan sikapnya yang oke pula. Alex itu cowok yang usil. Bahkan sikapnya bisa dibilang nggak ramah terhadap Nara.

Meskipun kesal dengan sikap Alex terhadap dirinya, Nara merasakan sesuatu yang berbeda saat ia berduaan dengan Alex. Nara pun berhasil membuktikan kepada dirinya sendiri bahwa Alex adalah cowok yang baik. Dan, diam-diam Alex mulai memendam rasa cinta terhadap Nara.

Kedekatan Nara dengan Alex berlanjut. Namun, ada sesuatu di balik semua itu. Sebuah rahasia yang membuat Nara harus memilih. Berkumpul kembali bersama sang ayah yang telah lama dicarinya, atau tinggal bersama cowok yang dicintainya.

Membaca novel Tamu Dari Langit yang diterbitkan GagasMedia ini, kita seolah-olah diajak untuk memasuki sebuah masa di mana Indonesia telah berkembang menjadi negara yang udah maju banget. Gimana nggak, penulis buku ini, Melody Muchransyah, mampu “menyulap” Indonesia menjadi negara yang berteknologi canggih. Misalnya saja, sekolah yang dilengkapi dengan layar touch-screen plasma berukuran raksasa, tablet-PC, dan VTD (Virtual Telecommunication Device)—sebuah alat komunikasi di mana kita dapat ngobrol dengan orang lain yang wajahnya divisualisasikan secara virtual langsung di hadapan kita.

Hmmm, kira-kira susah nggak ya bikin cerita yang seperti ini? “Susah sih enggak ya. Sebenarnya cerita benar-benar khayalan aku semata. Tapi khayalan itu juga harus diimbangi dengan sesuatu yang logis. Jadi ketika dibaca orang lain, masih masuk akal ceritanya,” kata Melody.

Penasaran dengan ending cerita ini? Buruan deh baca novelnya dan nikmati dunia fantasi yang sesungguhnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *