Cermin adalah musuh gue. Setiap bercermin, gue benci melihat sosok kurus dan berjerawat ini. Gue selalu ingin berteriak, “andai wajah gue lebih mulus”, “andai badan gue lebih bagus”, “andai gue bergelimang harta”. Andai, andai, dan andai.
Perasaan benci sama diri sendiri bertambah saat bertemu seorang influencer di sebuah acara. Wajahnya tampan, kulitnya putih, mulus, dan kenyal yang bisa membuat lalat tergelincir. “Buset, cakep banget nih orang. Andai aja gue jadi dia, mending nggak usah kerja, cari sugar daddy ajalah, pasti banyak yang ngantre.”
Ternyata, apa yang gue pikir, berbeda dengan kenyataan. Dia membenci hidupnya dan keluarganya yang tidak utuh, dia juga tidak punya banyak teman karena trauma di-bully saat SD.
Hal itu kemudian menyadarkan gue, apakah hal-hal yang selama ini gue lihat di media sosial ternyata hanya ilusi? Jika gue hanya mem-posting hal-hal yang baik di hidup gue ke media sosial, bukankah orang lain juga melakukan hal yang sama?
*****
Cerita di buku ini adalah proses gue mencari makna dari hidup yang gue jalani. Bahwa berkat itu wujudnya bukan hanya materi, tapi juga hal-hal kecil yang jarang kita sadari. Kecewa itu tidak apa-apa, tapi bangkit lagi dan kita pantas berbahagia!