“Bukannya sunyi dan sepi adalah teman akrab manusia?”
Kalimat tanya itu selalu berpendar di benak Amani tatkala mendapati ruang-ruang besar di rumah hanya ia huni sendiri. Ia adalah anak semata wayang yang terbiasa mandiri, meraih kesenangan dalam diam dan sunyi. Suatu hari dunianya yang sunyi dipenuhi riuh yang tak dapat ia redam sendiri–ia merasa gagal sendiri, dan tak tahu caranya bangkit berdiri.
Sosok pertama yang mengulurkan penghiburan dengan cara yang tak biasa, agar hari-hari Amani tak lagi sendirian, adalah Haikal–si Sulung yang terbiasa melebarkan tangannya untuk menangkap siapa pun yang dilihatnya sedang berada dalam pusara kesedihan. Laki-laki yang tanpa menyadari dirinya pun perlu melihat pantulan diri yang babak belur, sebab ia pun kebingungan arah hidupnya menuju pada apa.
Di antara pertemuan-pertemuan mereka pada sebelas malam, apakah ini hanyalah pengharapan semu dari si Sulung pada si Semata Wayang? Ke manakah bahagia Haikal dan Amani akan bermuara?