“Gue terlalu nerima lo apa adanya. Ya, apa adanya. Gue nerima lo jadi cowok terjorok yang pernah gue tahu. Gue nerima lo sebagai gamer, alergi bunga, dan nggak pernah ingat tanggal annive kita.”
Bila kita selalu menerima baik-buruk seseorang, bisa membuat kita jenuh, bukan? Begitu juga yang terjadi kepada Seth dan Mourina. Perlahan, tetapi pasti, kebosanan mulai mengikis keinginan mereka untuk terus bersama.
Bagi keduanya, sebelum bisa menyebutnya cinta, kebersamaan mereka perlu diuji. Namun, ujian yang semula dianggap biasa dan mudah dilewati justru membawa hati mereka semakin jauh. Perlahan, rasa di antara keduanya tak lagi utuh.
Keberadaan orang lain di sisi mereka membuat jarak semakin bersiasat memisahkan.
Seth dan Mourina tak pernah menyangka, menuntut pembuktian cinta bisa begini rumit. Tak boleh salah mengartikan tanda-tanda. Sekali saja mereka keliru, kisahnya akan sampai pada awal yang baru. Namun, jika mengikuti kata hati, mereka akan menemukan jalan kembali.