“Apakah benar luka bisa disembuhkan oleh waktu?”
Kita cenderung memendam luka dan justru menambahnya menjadi trauma karena tidak tahu bagaimana cara memahami luka yang tercipta dari waktu ke waktu. Lalu, kita mencoba ‘ambil hikmahnya saja’ atas pengalaman negatif yang terjadi, tetapi tanpa sadar membuat kita terjebak dalam toxic positivity. Akibatnya, saat kita semestinya bahagia, ada sesuatu yang membuat kita tidak benar-benar leluasa merasakannya, dan itu karena batin yang terluka.
Dari luka perpisahan, kegagalan, kesepian, dikhianati, dan pengalaman negatif lainnya yang kita rasakan, Riyan menulis Berterima Kasih Kepada Luka untuk Hidup yang Lebih Bahagia dengan harapan bisa memberikan kedamaian batin. Sebab, bukan waktu yang berperan besar dalam menyembuhkan luka, melainkan sudut pandang kita memahaminya sebagai makna yang membuat hidup lebih bahagia dan bijaksana.