Wawancara dengan Adhitya Mulya

adhitya-mulya

10 tahun sudah JOMBLO terbit dan ikut serta mewarnai dunia perbukuan dan dunia komedi Indonesia. Dalam perayaan sepuluh tahun JOMBLO, GagasMedia kembali mempersembahkan karya perdana Adhitya Mulya di GagasMedia ini dengan sampul dan isi yang lebih baru lagi. Berikut ini adalah wawancara GagasMedia dengan Adhitya Mulya dalam sepuluh tahun JOMBLO.

adhitya-mulya10 tahun sudah JOMBLO terbit dan ikut serta mewarnai dunia perbukuan dan dunia komedi Indonesia. Dalam perayaan sepuluh tahun JOMBLO, GagasMedia kembali mempersembahkan karya perdana Adhitya Mulya di GagasMedia ini dengan sampul dan isi yang lebih baru lagi. Berikut ini adalah wawancara GagasMedia dengan Adhitya Mulya dalam sepuluh tahun JOMBLO.

Halo Adhitya Mulya, selamat ulang tahun yang ke-10 untuk JOMBLO. Apa sih yang berbeda dari JOMBLO sepuluh tahun yang lalu dan yang sekarang?

Wah maaf nih jawabannya agak berat. Kebetulan bedanya saya sekarang dengan 10 tahun yang lalu adalah, sekarang saya udah jadi bapak. Nah. novel JOMBLO memiliki beberapa scene adegan hubungan pranikah. Nah, beberapa scene itu saya hapus. Setelah menimbang masak—masak, penulis itu adalah influencer. Dan saya ingin menjadi influence yang baik bagi orang lain atau setidaknya, bagi kedua anak saya.

Boleh dong Mas Adhit menceritakan proses kreatif JOMBLO mulai dari penulisan sampai memilih GagasMedia sebagai penerbitnya.

Passion saya itu sebenarnya bercerita melalui format film. Saat itu saya tidak punya koneksi ke industri film. Akhirnya saya putuskan untuk menggunakan format novel saja. JOMBLO ditulis dalam kurun waktu satu tahun di sepanjang tahun 2003. Saat draf pertama jadi, saya pergi ke penerbit X dan ditolak. Saat ditolak, saya diberi tips menulis novel. Saya perbaiki jadi draft kedua dan saya kembalikan. Tetap ditolak. Saya meminta second opinion dari Mas Moeammar Emka yang waktu itu menjadi penulis best sellerJakarta Undercover”. Saya berikan draft kedua itu dan dia memberikan input yang sama dengan penerbit X yang menolak saya. Dari sana, saya merombak sekitar 80%-90% dari materi dan plot novel JOMBLO. Jadi, draf awal saya tulis dalam waktu sembilan bulan. Kemudian 90%-nya saya buang dan ganti dalam waktu satu bulan saja. Jadilah draf ketiga. Dibaca kembali oleh Mas Emka. Mas Emka bilang bahwa dia baru saja membuka sebuah penerbitan GagasMedia. Dia menawarkan untuk menerbitkan bersama mereka. Kalau saya tidak salah ingat, Buku pertama GagasMedia adalah Jakarta Undercover. Buku ke-dua sampai ke-empat(?) adalah terbitan ulang dari novel-novel klasiknya seorang novelis tahun 80-an (kalau tidak salah, Edy D. Iskandar gitu ya?). Teknisnya, kecuali saya salah, saya adalah penulis pertama yang bertanda tangan dengan Gagas waktu itu. JOMBLO adalah judul kelima atau keenam yang Gagas terbitkan.

Apa sih yang pengin Mas Adhit sampaikan melalui JOMBLO?
Sebenarnya bukan pesan moral yang saya pentingkan di dalam novel JOMBLO. Niat saya hanyalah ingin membuat orang tertawa. Itu saja.

Pengalaman apa yang paling mengesankan saat menuliskan JOMBLO?
Proses penerbitannya, yang saya sudah jelaskan di pertanyaan sebelumnya.

Kalau Mas Adhit mendeskripsikan JOMBLO dalam tiga kata, JOMBLO itu adalah…
Lucu, gue banget.

Lebih asyik menulis JOMBLO atau GEGE MENGEJAR CINTA?
JOMBLO. Jelas JOMBLO. Karena pengalaman pertama menulis. Banyak revisi dan banyak pembelajaran.

Berapa lama penulisan JOMBLO ini berlangsung?
Hampir satu tahun.

Bagian mana yang paling menarik untuk seorang Adhitya Mulya untuk JOMBLO?
Di bagian di mana kita membuat para tokoh untuk memilih.
Agus, memilih pacarnya atau selingkuhannya.
Doni, memilih sahabatnya atau pacarnya.
Apa pun pilihan yang mereka ambil, mereka mendapatkan sesuatu dan kehilangan sesuatu. Dan itu sangat manusiawi.

Cerita juga dong bagaimana proses JOMBLO setelah terbit sampai bisa difilmkan.
Setelah terbit, buku itu (Alhamdulillah) jadi best seller. Tidak lama dari itu, seorang produser film yang saya sangat idolakan, menghubungi saya untuk memfilmkan JOMBLO. Kemudian setelah banyak berdiskusi, saya direfer ke Pak Leo Sutanto dari PH Sinemart. Pihak Sinemart membaca dan tertarik memfilmkannya. Abis itu ya udah difilmkan deh.

Ada nggak kenangan tersendiri yang tidak dapat dilupakan setelah sepuluh tahun JOMBLO terbit?
Ada. Dan ini agak dalam dan personal. Meski tidak banyak yang bother untuk menyadari, saya melihat bahwa saya dan novel JOMBLO termasuk generasi penulis dan karya tulis pertama di era 2000-an yang mengubah wajah industri buku – dari ‘penulis = sastrawan’ menjadi ‘penulis = penghibur’. Di saat awal JOMBLO terbit, buku itu  menuai banyak komentar kritikus serius yang berkata ‘ini bukan buku sastra.’ Lho ya tidak apa-apa. Lebih baik mana, buku sastra njelimet yang memuaskan kehausan intelektual 1000 orang pintar? Atau cerita lucu yang menghadirkan tawa pada 100 ribu orang biasa? Saya tidak pernah menyombongkan diri akan hal ini. Atau pun mengklaim hal ini dengan keras dan lantang ya. We don’t remember the best person who walked on the moon. We remember the first person who walked on it. We don’t remember or even know the best telephone today. We remember the first person who invented it.

Apa sih yang menjadi alasan utama agar #GagasAddict wajib membaca JOMBLO?
Karena Jomblo itu lucuuuuuu.

Nah, kalau kamu mau tahu bagaimana lucunya Jomblo, kamu bisa membaca review-review pilihan Jomblo di berbagai blog mulai tanggal 21-30 Januari 2013. Jadwal program #10TahunJomblo bisa kamu baca di sini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *