The A Team; Biar Jadul tapi Cool!
“In 1972 a crack commando unit was sent to prison by a military court for a crime they didn’t commit. These men promptly escape from a maximum security stockade to the Los Angeles underground. Today, still wanted by the government, they survive as soldiers of fortune. If you have a problem, if no one else can help and if you can find them may be you can hire the A Team.”
“In 1972 a crack commando unit was sent to prison by a military court for a crime they didn’t commit. These men promptly escape from a maximum security stockade to the Los Angeles underground. Today, still wanted by the government, they survive as soldiers of fortune. If you have a problem, if no one else can help and if you can find them may be you can hire the A Team.”
Membaca kalimat di atas mengingatkan saya pada sebuah film berjudul The A Team. Saat itu (di tahun 80-an), film ini cukup menarik perhatian saya. Meski masih terlalu muda untuk memahami isinya, yang terpenting bagi saya, film ini seru. Ada adegan tembak-tembakan dan pastinya, ada hal lucu yang bisa bikin saya tertawa.
Begitulah lamunan saya ke masa lalu saat mulai membaca buku Gaul Jadul karya Q Baihaqi yang diterbitkan oleh GagasMedia ini. Memang dasar saya suka dengan film tersebut, saya pun melanjutkan bacaan saya pada chapter Serial Televisi 80-an itu.
Seingat saya, The A Team adalah sekawanan tentara veteran Vietnam yang dipenjarakan atas tuduhan yang tidak mereka lakukan. Namun, mereka berhasil melarikan diri dari penjara. Nah, berbekal keahlian yang mereka miliki ini, mereka ‘terpaksa’ mencari nafkah dengan menjadi tentara bayaran bagi kaum tertindas.
Satu hal yang cukup menarik bagi saya dari film ini—tentunya selain dari adegannya—adalah kehadiran tokoh Kapten HM Murdock. Murdock adalah seorang pilot yang mengalami gangguan psikologis alias gila. Bagi saya, Murdock adalah tokoh yang paling lucu di antara tokoh lainnya.
Ia adalah pilot yang serba bisa. Tidak hanya ahli menerbangkan berbagai macam jenis pesawat, tapi Murdock juga mampu menganggap dirinya sebagai benda lain. Namanya juga orang gila, maka jangan heran kalau Murdock suka berbicara sendiri atau berbicara dengan benda-benda di sekelilingnya.
Hal ini tentu menjadi hiburan tersendiri di saat kita serius menyaksikan aksi tembak-menembak antara The A Team dengan musuhnya. Suasana yang tegang terasa sedikit mencair dengan kehadiran si pilot gila.
Bukan hanya Murdock yang membuat saya tertarik dengan karakter pemain film ini. Semuanya memiliki keunikannya masing-masing. Sebut saja Kolonel John “Hannibal” Smith—pentolan The A Team—yang jago menyusun strategi dan pintar menyamar ini suka sekali menghisap cerutu, Letnan Templeton “Faceman” Peck—si ganteng yang mudah sekali menipu musuhnya dengan mengandalkan ketampanan wajahnya, atau Sersan Bosco “B.A.” Baracus yang pintar menyulap benda-benda seadanya menjadi mesin mengerikan.
Mengingat tentang anggota The A Team membuat saya merasa ingin kembali ke masa lalu. Di mana saya bisa dengan leluasa menikmati aksi hebat mereka di layar televisi. Hal ini membuat saya berpikir, suguhan acara yang dulu dinantikan ternyata memiliki kenangan tersendiri.
Seperti halnya serial The A Team atau film lainnya seperti Catatan Si Boy, Si Unyil, dan Rumah Masa Depan, merupakan acara yang pernah jaya di masanya. Acara yang saat itu bisa dibilang gaul bagi mereka yang hidup di tahun 80-an.
Tentunya, suguhan acara televisi tadi membuat kita yang pernah menyaksikannya merasa rindu dan ingin melihatnya kembali. Sedangkan bagi kamu yang di tahun 80-an belum lahir, buku ini bisa menjadi gambaran nyata tentang gaulnya era 80-an.