29 Juni 1986. Di tengah cuaca terik di Mexico City, Jerman—yang kala itu masih menggunakan nama Jerman Barat—bertemu Argentina. Ini adalah final piala dunia. Argentina diunggulkan karena penampilannya yang menghibur di bawah komando sang kapten, Diego Armando Maradona. Jerman sendiri lolos ke laga pamungkas usai mengalahkan Prancis di semifinal dengan skor 2-0.
Sumber foto: http://www.bbc.com/news/world-europe-28306321
“Sepak bola adalah refleksi sebuah bangsa—Franz Beckenbauer”
29 Juni 1986. Di tengah cuaca terik di Mexico City, Jerman—yang kala itu masih menggunakan nama Jerman Barat—bertemu Argentina. Ini adalah final piala dunia. Argentina diunggulkan karena penampilannya yang menghibur di bawah komando sang kapten, Diego Armando Maradona. Jerman sendiri lolos ke laga pamungkas usai mengalahkan Prancis di semifinal dengan skor 2-0.
Luis Brown menyarangkan bola di menit ke-23 melalui sundulan kepala ke gawang Jerman. Skor 1-0 bertahan hingga babak pertama usai. Babak kedua baru berjalan 10 menit, gawang Jerman kembali robek lewat sontekan Jorge Valdano. Gol ini terjadi berkat kecerdikan Maradona memberikan assist. Tertinggal 0-2, Jerman mencoba bangkit. Menit ke-74, Karl-Heinz Rummenigge akhirnya memecah kebuntuan Jerman. Melalui tendangan sudut, sebuah kemelut terjadi di area kotak penalti. Rummenigge yang berdiri bebas tanpa kesulitan langsung menyarangkan gol ke gawang Argentina yang dikawal Nery Pumpido. Enam menit kemudian, Rudi Voeller menyamakan skor menjadi 2-2.
Pertandingan sendiri berlangsung ketat. Kedua kesebelasan silih berganti jual beli serangan. Diego Maradona yang di perempat final membuat “gol tangan Tuhan” kembali menunjukkan kelasnya. Lewat umpannya yang cerdik, ia melihat Jorge Buruchaga yang berdiri bebas. Pertahanan Jerman yang rapuh dimanfaatkan Burucha menjadi gol di menit ke-85. Sisa waktu yang ada tak mampu dimanfaatkan Jerman untuk mengejar skor 3-2 untuk keunggulan Argentina.
Belakangan, partai final itu disebut-sebut sebagai salah satu partai final Piala Dunia terbaik sepanjang masa.
Empat tahun kemudian, kedua kesebelasan kembali bertemu di partai puncak yang digelar di Roma, Italia. Beberapa pemain dari kedua kesebelasan juga masih memperkuat kedua tim. “Saya ingin keabadian ini terulang kembali. Indah rasanya!” kata Buruchaga.
Bagi Jerman, ini adalah kesempatan untuk menuntaskan dendam. Rudi Voeller sendiri masih dihinggapi rasa penasaran. Maklum saja, ketika tampil dan mencetak gol di Meksiko, ia masih merasa bau kencur. Jerman sendiri akhirnya menuntaskan dendam melalui gol Andreas Brehme melalui titik putih pada menit ke-85. Bersama Italia dan Brasil, Jerman mengukuhkan diri sebagai tim yang meraih juara untuk ketiga kalinya. Mereka meraih juara sebelumnya di tahun 1954 dan 1974.
Usai tahun 1990, Jerman—yang sudah bersatus secara de facto dan dinyatakan bersatu secara de jure pada Oktober 1990—tak pernah lagi meraih prestasi tertinggi di Piala Dunia. Terakhir kali, mereka masuk ke final pada tahun 2002. tapi dikalahkan Brasil, 0-2. Dan menjadi juara ketiga pada tahun 2010 usai menundukkan Uruguay.
Jerman kembali juara dunia setelah 24 tahun puasa gelar di Piala Dunia tahun ini. Gelar tersebut menjadi spesial karena lawan yang dikalahkan di final adalah Argentina dengan skor tipis, 1-0. Gol kemenangan Jerman dicetak Mario Gotze di menit ke-113. Kedua kesebelasan terpaksa melakukan extra time setelah bermain 0-0 di waktu normal.
Juara tahun 2014 juga merupakan gelar pertama—secara administratif—setelah Jerman bersatu.
Deutchland, Deutschland uber alles, uber alles in der welt
Bangsa Jerman memang dikenal patriotik, tak mau kalah, dan pekerja keras. Mereka tak mau dipermalukan dalam hal apa pun, termasuk sepak bola. Ketika babak belur di Piala Eropa 2000, Jerman segera berbenah. DFB (PSSI-nya Jerman) segera membuat database tentang talenta-talenta muda yang tersebar di penjuru negeri. Sebanyak 114.000 anak usia 11-14 tahun kemudian terjaring untuk dibina. DFB kemudian meminta peran aktif klub lokal dengan mewajibkan tersedianya akademi bagi anak-anak muda tersebut. Jerman sadar, ini adalah proyek besar jangka panjang. Karena itu tak sedikit biaya yang dikeluarkan demi membangun kesebelasan yang tangguh. Bahkan mereka melibatkan tim ahli di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Jika dulu Jerman dikenal dengan julukan sekumpulan pemain tua, dengan perlahan mereka mulai menebarkan pesona. Permainan mereka tak lagi mengacu pada textbox yang membosankan atau harus menunggu “panas”—karena inilah disebut tim diesel-.
Kolektivitas dan kerja sama tim kini diperagakan Bastian Schweinsteiger, Mesut Ozil, Thomas Mueller, Marco Reus, Mario Gotze, ataupun Sami Kheidira. Pemain-pemain tersebut merupakan lulusan akademi sepak bola binaan DFB selama bertahun-tahun. Hasilnya bisa kita lihat sendiri di Piala Dunia 2014. Portugal, Prancis, bahkan Brazil pun dibuat tak berdaya. Puncaknya, Jerman mengalahkan Argentina 1-0 di partai final.
Maka tak salah ucapan legenda sepak bola Jerman, Franz Beckenbauer, bahwa sepak bola adalah refleksi sebuah bangsa. Bangsa Jerman melihat adanya spirit kebangsaan yang luar biasa melalui pahlawan-pahlawan mereka di lapangan hijau.
Deutchland uber alles!
20 Catatan Besar Piala Emas merupakan kumpulan fakta-fakta unik seputar Piala Dunia yang disebut-sebut sebagai ajang olahraga terbaik di muka bumi. Banyak kisah-kisah menarik mewarnai Piala Dunia. Mulai dari cerita Indonesia yang lolos ke Piala Dunia 1938. Secuil kisah tentang anjing bernama Pickles yang sukses menemukan trofi. Hingga cerita Diego Maradona dibalik “Gol tangan Tuhan”-nya.