Setelah selama setahun absen “menelurkan” karya, Prisca Primasari kini hadir kembali dengan novel terbarunya yang berjudul Priceless Moment. Hal itu tentu saja membuat Prisca merasa senang dan sangat menunggu-nunggu terbitnya novel ini.
“It’s all about moving on. Premisnya tentang seorang pria bernama Yanuar yang istrinya baru saja meninggal, dan Yanuar harus berusaha move on dari rasa kehilangan, juga berperan sebagai ayah sekaligus ibu bagi kedua anaknya,” kata Prisca saat diwawancara GagasMedia via surel tentang isi novelnya itu.
Kramer vs Kramer, I am Sam, dan The Gift karya Cecelia Ahern sedikit banyak telah menginspirasi Prisca untuk membuat Priceless Moment. Selain itu, ia juga mendapatkan saran dari teman sesama penulis.
“Mas Christian Simamora juga memberikan banyak masukan inspiratif, seperti menjelaskan bagaimana sih ‘kekosongan’ yang dirasakan seorang pria setelah istrinya tiada, dan mengusulkan beberapa referensi buku serta film,” kata perempuan kelahiran Surabaya ini.
Proses kreatif, riset, dan kendala saat menulis
Karakter menjadi hal utama yang Prisca pikirkan saat menulis novel ini. Ia pun banyak berpikir tentang profesi apa yang paling pas untuk Yanuar. Dan, Prisca pun berpendapat bahwa manajer perusahaan furnitur merupakan prosfesi yang cocok untuk Yanuar. Setelah itu, Prisca pun mulai meriset tentang profesi tersebut dengan bantuan sahabatnya yang bekerja di bagian furnitur.
“Lalu saya mulai menyusun plotnya dan menulis,” kata Prisca.
Riset lain yang Prisca lakukan adalah dengan membaca buku-buku, browsing Pinterest, dan mendengarkan cerita dari Ayah serta teman-temannya yang pernah tinggal di Jerman.
“Karena sebagian besar setting di Jakarta, saya tidak banyak melakukan riset. Saya hanya riset yang bagian Rothenburg-nya,” begitu kata perempuan yang senang mendengarkan Rachmaninoff ini.
Lantas, kendala apa yang dialami Prisca saat menulis novel ini?
“Pada dasarnya, saya lebih menyukai karakter eksentrik (seperti Aeolus Sena di Paris: Aline). Saya pun lebih banyak mengonsumsi karya-karya dengan tema absurd, seperti Master and Margarita. Saya sempat curhat juga dengan beberapa penulis tentang hal ini. Alhamdulillah, pada akhirnya saya mampu mengatasinya,” kata penyuka serial kartun Saint Seiya ini.
Ya, meski sudah beberapa kali menghasilkan karya, bukan berarti Prisca terlepas dari kendala dalam menulis. Namun, semua kendala itu akan mudah terselesaikan dengan bantuan banyak pihak.
“Thanks to teman-teman saya yang menjadi first readers, juga semua editor GagasMedia yang berperan ‘meluruskan’ saya untuk sementara. Priceless Moment pun lahir setelah beberapa perombakan di sana-sini,” ungkapnya.
Sosok Ayah bagi Prisca
“Ayah itu orang yang sering membelikan camilan untuk keluarganya setelah pulang bekerja, tapi rela tidak memakan camilan itu sendiri. Dia sudah merasa bahagia melihat anak-anaknya memakan seluruh camilan tersebut,” begitu ucap Prisca saat bicara tentang sang Ayah.
Tidak hanya itu, Prisca pun memiliki banyak momen mengesankan bersama sang Ayah. Namun yang paling berkesan adalah saat sang Ayah menjemputnya di airport, sepulang Prisca dari Tokyo.
“Beliau kelihatan senang sekali—mungkin karena anaknya akhirnya berhasil pergi ke luar negeri,” katanya.
Momen mengharukan seperti itu jugalah yang Prisca coba sampaikan dalam novel Priceless Moment. Menurutnya, semua orang pernah merasa kehilangan. Tapi hidup harus tetap berjalan.
“Walaupun menyakitkan, we have to move on, seperti yang dilakukan oleh Yanuar,” katanya menutup bincang-bincang ini.
Priceless Moment mengisahkan tentang kehilangan dan bagaimana seseorang berupaya untuk “move on“. Mengharukan, menyentuh perasaan, dan mempermainkan emosi.