“Konon, kalau tidak mengerti, harus bertanya. Giliran banyak bertanya, diancam mati. Bisa jadi, kalau mengerti harus mati.” Kalimat itu yang dikatakan Vabyo dalam buku terbarunya yang berjudul Kedai 1002 Mimpi. Penasaran maksudnya seperti apa? Simak hasil wawancara GagasMedia dengan penulis buku ini, yuk!
“Konon, kalau tidak mengerti, harus bertanya. Giliran banyak bertanya, diancam mati. Bisa jadi, kalau mengerti harus mati.” Kalimat itu yang dikatakan Vabyo dalam buku terbarunya yang berjudul Kedai 1002 Mimpi. Penasaran maksudnya seperti apa? Simak hasil wawancara GagasMedia dengan penulis buku ini, yuk!
Sebelum lahirnya buku Kedai 1002 Mimpi, Valiant Budi atau biasa dipanggil Vabyo ini, telah menerbitkan buku nonfiksi yang berjudul Kedai 1001 Mimpi. Buku sebelumnya berisi tentang kehidupannya sebagai TKI di Saudi Arabia yang penuh kejutan. Sedangkan buku Kedai 1002 Mimpi adalah buku lanjutannya yang juga berisi kejutan-kejutan kehidupan selepas pulang dari Saudi Arabia.
Jika dibandingkan, Kedai 1001 Mimpi adalah kisah Vabyo saat menghadapi culture shocked di Saudi Arabia dan perjuangannya untuk pulang ke tanah air. Sedangkan buku Kedai 1002 Mimpi bercerirta tentang Vabyo yang menghadapi culture shocked di kampung halaman dan perjuangannya untuk tetap waras.
Hadirnya buku Kedai 1001 Mimpi ternyata tidak semuanya mendapat tanggapan positif. Karena Vabyo menceritakan tentang kehidupannya sebagai TKI di Saudi Arabia dan mendapatkan pengalaman yang sering kali buruk, tidak sedikit pembaca yang protes atau bahkan mencaci maki dirinya. Vabyo dianggap sebagai seorang pembohong, karena dianggap mengada-ada. Padahal yang ia tuang dalam bukunya adalah fakta yang ia alami selama di sana. Di antara puji dan caci maki, tetap ia terima dalam satu paket; segala suka & luka.
Respons mengenai Kedai 1002 Mimpi yang diterima Vabyo masih sopan, meskipun isinya ketidaksetujuan atas isi buku itu sendiri. Beberapa surat pembaca sudah ia masukkan blog atas persetujuan pengirim. Kalau melalui Twitter, bisa dilacak via tagar #Surat1002. Ia pun menambahkan, “Ini yang membuat saya bahagia, karena salah satu harapan saya menulis Kedai 1002 Mimpi untuk mendorong diri dan teman-teman agar berkomunikasi di dunia maya dengan sepatutnya—selayaknya kita ngobrol bertatap wajah.”
Kendala utama Vabyo saat menulis buku Kedai 1002 Mimpi ternyata lebih ke arah perizinan. Karena ada banyak pihak yang terlibat, maka Vabyo membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengoleksi perizinan dari mereka. Meskipun sudah mendapat izin dari berbagai pihak, ia tetap menyamarkan nama dan lokasi, beberapa perkataan juga diubah, dan setting waktu yang diperingkas. Jadi bisa dikatakan sekitar 88,24% kenyataan yang diungkap pada buku ini.
Setelah mengetik bab terakhir, Vabyo membagi-bagikan naskahnya kepada pihak terkait untuk memastikan apakah ada obrolan atau adegan yang ingin mereka ubah atau hilangkan. Ternyata ada beberapa pihak yang mulanya setuju diikutsertakan dalam buku ini, memilih mengundurkan diri. Akhirnya naskah harus dirombak ulang, berusaha agar tidak ada kisah yang terasa bolong.
“Lucunya, ada juga yang mulanya menolak mentah-mentah, eh setelah buku ini terbit, mendadak ngasih izin. Yang gak ikut terlibat tapi maksa pengin ikut tampil di buku pun ada. Lah, gimana ini…,” cerita Vabyo.
Dengan hadirnya buku Kedai 1002 Mimpi ini Vabyo berharap, agar semua orang bisa merayakan hidup dan bersenang-senang tanpa menyakiti sesama. Termasuk tidak malu mengakui luka dan juga bisa saling menguatkan satu sama lain.
Tak lupa Vabyo juga berpesan untuk para pembaca yang ingin membeli bukunya, “Kosongkan ekspektasi karena buku ini mungkin tidak sesuai harapan, tapi bisa jadi melebihi perkiraan. Kedai 1002 Mimpi dan Kedai 1001 Mimpi adalah sebuah kesatuan yang tak perlu diperbandingkan, karena saling memulai dan mengakhiri—setidaknya saat ini. Selamat baca & semoga menikmati!”
Cerita apa saja yang dituangkan dalam buku Kedai 1002 Mimpi dari Vabyo ini? Resapi berbagai perjuangan Vabyo untuk tetap berlaku waras di kampung halamannya sendiri.