Setelah tujuh tahun, ternyata pembaca-pembaca saya masih mengingat Faye, Diyan, Zaki, dan Rera. Mereka tokoh-tokoh dalam novel pertama saya, Orange. Saya terharu. Bagi penulis, itu kebahagiaan tersendiri. Rasanya, asyik sekali bisa membahas tokoh-tokoh tersebut dengan para pembaca. Seakan-akan kami sedang mengikuti reuni dan membicarakan teman-teman lama kami. Seakan-akan, tokoh-tokoh tersebut nyata. Namun, mereka memang nyata. Setidaknya, dalam kepala saya.
Setelah tujuh tahun, ternyata pembaca-pembaca saya masih mengingat Faye, Diyan, Zaki, dan Rera. Mereka tokoh-tokoh dalam novel pertama saya, Orange. Saya terharu. Bagi penulis, itu kebahagiaan tersendiri. Rasanya, asyik sekali bisa membahas tokoh-tokoh tersebut dengan para pembaca. Seakan-akan kami sedang mengikuti reuni dan membicarakan teman-teman lama kami. Seakan-akan, tokoh-tokoh tersebut nyata. Namun, mereka memang nyata. Setidaknya, dalam kepala saya.
Setiap kali menulis novel, saya ingin menghadirkan tokoh-tokoh yang utuh. Satu hal yang yang selalu saya ingat adalah mereka sama seperti kita. Mereka memiliki banyak unsur yang menjadikan diri mereka unik. Jadi, saya beranggapan, mengembangkan tokoh tidak jauh berbeda dengan berusaha mengenal seseorang yang baru kita temui.
Ada panduan sederhana yang saya pakai untuk mengembangkan tokoh. Saya punya beberapa poin pengingat. Semacam daftar pertanyaan wawancara.
Pertama. Seperti apa ciri fisiknya? Tinggi dan berat badannya, gaya rambut, bentuk tubuh, postur, warna kulit, warna rambut, warna mata, bentuk hidung, suara, dan seterusnya. Apakah dia memiliki tanda lahir atau bekas luka? Di Orange, Faye bertubuh mungil dan rambutnya lurus sebahu—dikucir ekor kuda. Wajahnya oval, sedikit bulat. Kulitnya agak gelap karena dia sering terkena matahari saat memotret. Terkadang, tubuhnya bau cairan kimia yang biasa dipakai untuk memproses foto.
Kedua. Bagaimana ekspresi wajah dan gerak-geriknya? Apakah kebiasaannya? Seperti, mengusap-usap tengkuknya saat gugup atau mengetuk-ngetuk lutut dengan jemari saat bosan. Zaki merokok saat ia tegang. Faye tersenyum lebar hingga barisan giginya terlihat saat ia dimarahi.
Ketiga. Apa saja isi lemari pakaiannya? Bagaimana dia bergaya sehari-hari? Bagaimana dia bergaya dalam situasi tertentu? Kesan apa yang ingin ditampilkan? Apakah dia glamor, chic, kasual, rapi, kuno, feminin/ maskulin/ metroseksual? Faye, misalnya, selalu tampil santai dengan sweter, celana jeans, dan sepatu bot, sementara Diyan hampir setiap saat memakai jas berwarna gelap.
Keempat. Properti apa saja yang dia miliki? Apakah dia punya rumah atau mengontrak atau menumpang? Di mana? Bagaimana dia mendapatkannya? Seperti apa tempat yang dia tinggali? Seluas apa? Bagaimana lingkungannya? Apakah dia punya kendaraan? Apakah dia punya aset? Barangkali, perusahaan seperti milik Diyan. Atau, tempat indekos sederhana seperti yang ditempati Zaki, yang terasnya begitu sempit hingga dia bahkan tidak bisa meletakkan sepasang kursi di sana.
Kelima. Apa saja barang-barang yang dimiliki tokoh kita, terutama benda-benda kenangan yang dia simpan secara khusus. Diyan memiliki ponsel yang hanya berisi satu nomor—nomor mantan kekasihnya, Rera—dan kumpulan foto Paris di kamarnya. Faye punya kamera kesayangan Nikon F5.
Keenam. Apa ketertarikan dan hobi tokoh kita? Dia penggila fotografi seperti Faye, barangkali? Atau, dia penyuka acara dokumenter, atau penggemar Jamie Oliver. Apa musik, film, buku, makanan, minuman kesukaannya? Apakah dia memilih kopi hitam seperti Rera atau espresso seperti Diyan? Ethan Hawk atau Brad Pitt? Film roman atau komedi? Junkfood atau salad? Kopi atau teh? Jus atau soda? Apa yang dia lakukan di waktu luang? Apa hobinya? Apakah dia punya hobi yang kini telah dia tinggalkan? Banyak sekali yang bisa digali dalam hal ini.
Ketujuh. Seperti apa sifat dan kepribadian tokoh kita? Melankolis, plegmatis, koleris, atau sanguinis? Introvert atau extrovert? Pemalu atau pandai bergaul? Senang bercanda atau serius? Cermat atau ceroboh? Penakut atau pemberani? Feminin atau tomboi? Cerewet atau pendiam? Cuek atau sensitif? Pemarah atau sabar? Ini hal penting yang akan berpengaruh kepada tingkah lakunya, keputusan yang dia ambil, tindakannya, dan ujung-ujungnya: jalan cerita.
Terakhir. Bagaimana perjalanan hidupnya? Apa saja hal-hal penting yang dia alami, yang menentukan arah hidupnya?
Itu delapan poin yang saya pakai untuk mengembangkan tokoh-tokoh saya. Biasanya, saya menyiapkan sebuah buku tulis khusus untuk mencatat dan membuat sketsa wajah dan tubuh. Barangkali tidak semua informasi di atas akan terpakai dalam novel, tetapi semua itu tidak akan sia-sia. Semakin banyak informasi yang dimiliki oleh penulis, semakin utuh tokoh dalam novelnya, semakin kuat dia melekat di hati pembaca, semakin lama dia akan diingat.
Saya sadar, pesan dalam novel saya bisa tersampaikan apabila pembaca memiliki empati kepada tokoh. Dan, empati diawali dari kedekatan antara pembaca dengan tokoh.