Ai; Cinta Tak Pernah Lelah Menanti

Cinta, lima huruf yang bisa membuat siapa pun melayang. Cinta juga yang bisa membuat seseorang rela mengorbankan perasaannya demi orang yang ia sayangi. Meski terkadang, rasa kecewa atau sakit terselip di dalam hati, namun kekuatan cinta mampu mengalahkan semuanya.

Seperti halnya yang di rasakan Sei terhadap Ai. Kisah cinta dua insan ini memang terbilang rumit. Di satu sisi, Sei begitu mencintai Ai. Tapi di sisi lain, Ai lebih memilih Natsu. Sungguh, hal itu menjadi masalah tersendiri bagi Sei.

Itu adalah sekelumit kisah cinta Sei dalam novel Ai; Cinta Tak Pernah Lelah Menanti karya Winna Efendi. Kalau kamu penasaran, buruan baca deh novelnya. Nah, mau tahu kisah seru di balik penulisan novel ini? Berikut adalah hasil wawancara dengan Winna.

GagasMedia (GM): Siapa yang menginspirasi mbak Winna untuk menulis novel ini?
Winna (W): Pada awalnya saya terinspirasi untuk menulis tentang Jepang setelah membaca novel karangan Banana Yoshimoto, seorang penulis Jepang yang sangat berbakat. Selain itu, untuk setiap tulisan baru, saya berusaha mencari tema dan latar yang belum pernah saya eksplorasi sebelumnya. Terus terang saya sangat menikmati proses penulisan novel ini.

GM: Kenapa judul novel ini Ai, bukan Sei?
W: Bagi saya, Ai adalah penggerak novel ini, seseorang yang menginspirasi seluruh karakter dan adegan dalam buku. Selain itu, Ai dalam bahasa Jepang bermakna ‘cinta’, yang menurut saya sangat tepat untuk dijadikan judul novel ini, karena mewakili emosi serta perasaan yang ingin saya sampaikan.

GM: Nuansa Jepang di novel ini sangat kental, apakah mbak Winna pernah tinggal di Jepang?
W:
Sebenarnya, saya sama-sekali belum pernah menginjakkan kaki di Jepang. Suatu hari nanti saya bercita-cita untuk traveling ke sana dan melihat sendiri keindahan hanami 

GM: Kenapa novelnya mengambil latar belakang dan tokoh orang Jepang?
W:
Saya selalu kagum pada penggambaran Jepang yang ada dalam buku, manga, anime dan film-film Jepang, mulai dari bahasa yang mereka gunakan, pop culture, hingga kebiasaan sehari-hari. Latar Tokyo yang dibumbui dengan tradisi khas Jepang, serta tema yang diangkat dalam novel ini menjadi tantangan tersendiri bagi saya saat menulis.

GM: Gaya penulisan novel ini sangat ringan, apakah sengaja dibuat demikian agar mudah dimengerti?
W:
Saya menggunakan bahasa baku yang ringan dan gaya menulis yang sederhana supaya cerita Ai mudah dicerna, tanpa harus mengurangi esensi Jepangnya.

GM: Kenapa memberi nama tokoh utamanya Ai dan Sei?
W:
Sebelum menulis, bagian favorit saya adalah menimbang-nimbang karakter yang akan saya ciptakan, dan saya tidak pernah memulai sebuah cerita sebelum menemukan nama-nama yang sempurna untuk mereka. Bagi saya, Ai dan Sei adalah nama yang tepat untuk kedua karakter utama novel ini. Tidak ada alasan khusus, saat sebuah nama terasa sreg dengan karakternya, biasanya saya akan terus menggunakannya.

GM: Apakah penokohan (watak) Ai dan Sei terinspirasi dari pribadi orang-orang terdekat? Kalau iya, siapakah orang-orang terdekat itu?
W:
Tokoh Ai pada awalnya terinspirasi oleh seorang teman pena bermata biru keturunan Jepang yang tinggal di Amerika, kebetulan namanya juga Ai. Kemudian, karakter Ai dan Sei terbentuk dan hidup dalam pikiran saya, menjadi dua karakter utama yang kini dituangkan dalam novel.

GM: Apakah ada survey khusus (tentang Jepang, misalnya) sebelum menulis novel ini? Kalau ada, berapa lama mbak Winna melakukan survey?
W:
Saya melakukan riset dalam berbagai bentuk selama penulisan novel ini, mulai dari mencari informasi di Internet, membaca blog pribadi warganegara asing yang menetap di Jepang, sahabat pena yang kini tinggal bersama keluarganya di Hokkaido, juga melalui film, manga dan buku bertema Jepang. Riset ini saya lakukan selama kurang lebih tiga bulan, berbarengan dengan proses menulis.

Selain itu, saya menemukan begitu banyak informasi melalui kedutaan Jepang dan buku traveling, yang membuka mata dan meningkatkan pemahaman saya terhadap gaya hidup masyarakat Jepang. Ternyata, kebanyakan orang Jepang sangat punctual dan efisien, lho  Mereka juga mementingkan balance – keseimbangan antara sisi modern dan tradisional, kerja keras dan bersenang-senang.

GM: Bagaimana membagi waktu antara menulis dan bekerja? Kapan biasanya mbak Winna menulis novel Ai (malam hari atau di sela-sela kerja, misalnya)?
W:
Saya masih ingat, dulu saya menulis draft pertama Ai di sela-sela jam makan siang, lalu saya lanjutkan kembali sepulang kerja. Biasanya, inspirasi datang pada siang hari setelah perut terisi, hehehe. Pokoknya setiap punya waktu luang, saya akan meneruskan riset atau tulisan yang belum rampung.

GM: Apakah mbak Winna penggemar novel? Novel apa yang menjadi favorit mbak Winna?
W:
Buat saya, membaca dan menulis sama-sama memiliki kekuatan untuk membawa saya ke ‘dunia lain’ yang sepenuhnya hanya menjadi milik saya. Beberapa novel favorit saya adalah karya klasik Oscar Wilde, Frances Hodgson Burnett, juga karya penulis modern seperti Sarah Dessen, Jodi Picoult.. dan penulis buku anak favorit saya, Roald Dahl. Saya juga suka buah tulisan beberapa penulis lokal, misalnya Dee, Windry Ramadhina, Ika Natassa, dan Sitta Karina.

GM: Apakah gaya penulisan mbak Winna terinspirasi dari penulis tertentu? Kalau iya, siapa dan kenapa?
W:
Dulu, gaya tulis saya terpengaruh oleh penulis-penulis yang karyanya sedang saya baca. Terutama Sarah Dessen, yang saya kagumi karena kemampuannya menciptakan karakter yang sangat unik dan natural, juga mengubah plot yang biasa saja menjadi sesuatu yang berbeda. Lama-kelamaan, saya merasa telah menemukan gaya tersendiri dalam menulis. Menurut saya, setiap penulis pasti memiliki gaya khas yang membedakannya dengan penulis lain.

GM: Berapa lama mbak Winna mengerjakan novel Ai?
W:
Proses menulis draft awalnya sekitar tiga bulan, lalu saya merombak ulang beberapa adegan dan melakukan editing menyeluruh sekitar tiga bulan. Dari proses awal hingga selesai, kira-kira memakan waktu enam bulan.

GM: Sering merasa jenuh ketika menulis novel? Kenapa dan bagaimana menyiasatinya?
W:
Kadang-kadang, ya. Saya berusaha menulis setiap hari untuk mempertahankan konsistensi dan ritme. Tapi jika sedang benar-benar jenuh, saya akan beralih sejenak untuk menonton film dan membaca buku yang inspiratif, lalu kembali menulis. Intinya, saya tidak ingin membiarkan tulisan saya ‘mendingin’ terlalu lama, supaya tidak kehilangan semangat untuk menyelesaikannya

GM: Apa kiat-kiat mbak Winna dalam menulis novel?
W:
Beberapa hal yang menurut saya penting dalam menulis novel:
– Tulislah apa yang kita ketahui dahulu, atau lakukan riset menyeluruh sebelum memulai.
– Pengembangan karakter yang menarik dan konsisten sangatlah penting, karena karakter adalah penggerak cerita kita.
– Self-editing – cari kritik dan saran sebanyak-banyaknya, terus memperbaiki kualitas tulisan dan jangan cepat puas dengan karya kita.
– Menulislah. Ya, the first step is always the hardest, tapi ini adalah saran terbaik yang pernah saya terima. Gambatte!!

GM: Menurut mbak Winna, kelebihan dan kekurangan novel ini apa ya?
W:
Menurut saya, novel Ai dapat memberikan informasi baru mengenai Jepang kepada pembaca Indonesia melalui sebuah bacaan yang ringan. Beberapa pembaca juga mengatakan bahwa karakter-karakter di dalam novel ini kuat dan alur ceritanya sangat menarik.

Kritik terbesar yang saya berikan kepada diri sendiri adalah dari segi narasi yang belum sempurna, juga eksplorasi yang lebih mendalam untuk karakter Ai dan Sei. Saya berharap saya dapat memperbaiki kekurangan tersebut dalam tulisan-tulisan saya yang berikutnya

GM: Tips dan trik mbak Winna dalam menulis novel dan mengirimkannya ke penerbit, hingga diterbitkan?
W:
Saran saya, ciptakan tema yang segar dan lain dari yang lain. Juga lakukan editing menyeluruh dari segi adegan, pengembangan karakter, struktur cerita, dialog dan ejaan sebelum menyerahkan naskah ke penerbit. Saat mengirim naskah, jangan lupa sertakan sinopsis cerita (yang dibuat semenarik mungkin) dan data lengkap. Sambil menunggu keputusan penerbit, jangan putus asa dan terus berkarya.

GM: Ada niat untuk menulis novel lagi? Kalau iya, apakah temanya masih sama (cinta)?
W:
Sekarang ini saya sedang merencanakan penulisan antologi cerpen bersama beberapa teman, juga memulai beberapa proyek baru. Inginnya sih, menulis sesuatu dengan tema yang lain dari yang biasanya saya kerjakan, yang pastinya akan menjadi tantangan tersendiri

GM: Apakah ada pesan khusus di dalam novel ini?
W:
Novel ini mengusung tema yang sederhana: makna persahabatan, keberanian untuk merelakan dan melepaskan masa lalu, juga menggapai kebahagiaan. Bahwa tidak pernah ada kata terlambat dalam cinta sejati.

GM: Ada pengalaman seru nggak selama mbak menulis novel ini?
W:
Selama menulis novel Ai dan melakukan riset, saya jadi nambah kenalan dan perbendaharaan kata dalam bahasa Jepang.

Juga, saya begitu menyukai seluruh karakter dalam novel ini, sehingga merasakan mereka berbicara dalam kepala saya dan menuntun cerita. Seakan-akan, yang saya lakukan hanyalah mengetik kisah mereka.

GM: Hambatan apa yang terjadi saat mbak menulis novel ini?
W:
Fakta bahwa saya belum pernah mengunjungi Jepang membuat saya ragu dapat menciptakan suasana Jepang yang nyata. Saya juga berusaha keras membuat cerita yang tidak klise, karena tema cinta segitiga dan persahabatan sudah sangat sering digunakan.

GM: Apa sih harapan mbak dengan adanya novel ini ataupun harapan terhadap dunia penulisan?
W:
Dapat bekerjasama dengan GagasMedia dalam novel ini adalah suatu bentuk kebahagiaan tersendiri untuk saya. Saya berharap, pembaca dapat terinspirasi oleh kisah Sei dan Ai, juga mendapatkan sesuatu yang bermakna setelah membaca novel ini. Untuk dunia penulisan, saya berharap semakin banyak teman-teman yang mewarnai dan memajukan dunia literatur Indonesia dengan karya yang beragam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *