Demi waktu. Tak ada yang bisa memutar kembali hari kemarin. Kali pertama mendengar diri ini didiagnosis kanker, tentu saja terkejut, tapi saya coba tidak terlalu panik. Bisa jadi karena pengalaman yang pernah saya lalui saat menjadi koas dan residen. Sebagai dokter, saya cukup tahu kanker itu apa. Namun, sebagai pasien, tetap saja banyak pertanyaan di kepala—berapa persen risiko komplikasi saat operasi, apakah saya masih bisa bersama anak-anak nantinya, dan yang saya harapkan juga, bagaimana saya bisa lari maraton lagi?
Fibrosarkoma. Nama yang unik tetapi buruk untuk diderita. Iya, sarkoma termasuk jenis kanker langka. Sebenarnya, saya mulai merasakan nyeri, si alarm sakit, sejak bertahun lamanya di punggung, dan sudah melalui dua kali operasi di tempat yang sama. Namun, pada 2017 nyeri itu timbul kembali dan dikenali sebagai kanker. Saya tahu bahwa pergerakan sel kanker sungguh sangat cepat, itu artinya saya harus bertaruh dengan waktu untuk segera berobat dan membereskannya.
Demi waktu dan jarak. Seperti maraton, kompetisi lari panjang berbasis waktu dan jarak, saya tahu bahwa melewatinya tentu tak mudah. Menjalani terapi di perantauan rasanya sungguh berat, sementara saya tak bisa membantu banyak sang istri yang sibuk mengurus dua anak kami yang masih kecil. Namun, saya tahu bahwa tak ada pilihan lain selain mengalahkan kanker ini. Dan segala jarak dan perjalanan kanker ini saya ceritakan untuk berbagi bahwa kita bisa bersama-sama melewatinya, mengalahkannya.