Terbiasa menulis cerpen, tak membuat Anggun Prameswari puas begitu saja. Ia justru merasa tertantang untuk membuat sebuah karya baru. Hal itu ia buktikan dengan ‘melahirkan’ novel perdananya, After Rain (GagasMedia, 2013). Kehadiran novel perdananya ini pun membuat Anggun merasa takjub dan senang.
Menurut cewek berbintang Gemini ini, After Rain itu sendiri bercerita tentang cinta segitiga, tentang kesetiaan. “Semacam potret bahwa banyak orang yang bertahan di sebuah hubungan yang ‘tidak sehat’ dengan alasan cinta. Padahal itu ilusi, karena cinta kan mestinya tidak menyakiti,” katanya kepada GagasMedia via e-mail.
Ya, begitulah cinta. Dengan segala perasaan yang terdapat di dalamnya, tema cinta memang tetap menarik untuk dibahas. Begitu pun menurut Anggun. Baginya, tema cinta selalu dekat dengan kehidupan. Sepanjang manusia masih hidup dan jatuh cinta, akan selalu ada yang menarik untuk dikisahkan.
Ide menulis After Rain
Berbicara tentang ide, setiap penulis tentu memiliki kisahnya tersendiri. Menurut cewek yang juga mengajar Bahasa Inggris ini, After Rain tidak terkait pengalaman seseorang.
“Namun, beberapa emosi yang terlukis di dalamnya adalah nyata. Tentang kesepian, patah hati, perasaan selalu tidak diinginkan dan ditinggalkan, hingga takut gagal bahagia. Kurasa itu pengalaman yang dirasakan hampir setiap orang yang pernah jatuh cinta lalu patah hati,” katanya.
Perbedaan menulis cerpen dan novel
Menulis cerpen memang telah menjadi ‘makanan’ sehari-hari Anggun. Namun lain halnya saat ia mulai menulis novel. Menurut Anggun, menulis cerpen dan novel hampir sama, tetap harus pandai mengolah plot-karakter-setting.
“Yang membedakan hanya tekniknya, karena format panjang ceritanya berbeda. Tapi keduanya sama-sama punya tingkat kesulitan yang setara; dan sama-sama menyenangkan untuk digarap.”
Lantas, ada kesulitan yang cukup berarti nggak, ya, ketika Anggun harus menulis novel?
“Karena terbiasa menulis cerpen, aku terbiasa dengan ritme ‘napas’ pendek dan impulsif. Sedangkan di novel, aku harus lebih telaten, tidak boleh cepat ‘kehabisan napas’ saat menulis. Makanya ketika menulis novel, aku sangat terbantu dengan outline yang jadi panduan dari awal sampai akhir. Outline ini penting untuk mengatur ritme dan pengingat agar ceritaku nggak melantur,” begitu tuturnya.
Proses kreatif di balik penulisan After Rain
Bisa karena biasa. Mungkin itu kalimat yang tepat untuk mewakili proses kreatif Anggun dalam menulis After Rain. Ya, Anggun pun mengakui jika proses kreatif novel perdananya ini memang tidak rumit. Ia hanya banyak membaca dan mendengarkan musik untuk membangun mood.
“Terlebih, di dalamnya aku mengutip lagu Goodbye dari Secondhand Serenade, yang entah kuputar berapa ratus kali untuk menghidupkan emosi patah hati tokoh-tokoh di dalam novelnya.”
Hasilnya, silakan kamu buktikan sendiri. Yang pasti, debut novel Anggun akan menguras emosimu saat membacanya! Penasaran kan?