Pada 21 Maret kita tahu ada Hari Puisi Internasional, sementara Hari Puisi Nasional dirayakan tiap 28 April, yang bertepatan pada wafatnya Chairil Anwar, sang penyair legenda.
Bagaimana bila Chairil masih hidup hingga kini?
Bulan lalu, GagasMedia mengadakan event “Kabar dari Chairil” untuk mengenang Chairil. Tepatnya, Minggu 19 Februari lalu, pembacaan puisi-puisi dan diskusi biografi Chairil Anwar digelar di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta. Hadir dalam event yang bertema “Kabar dari Chairil”: Hanung Bramantyo, Salman Aristo, Ananda Sukarlan, Bentara Bumi, dan Agus Noor, dan tentu saja Hasan Aspahani, penulis biografi Chairil.
Sekadar catatan, biografi Chairil adalah sebuah literatur langka, bisa disebut satu-satunya. Selama ini kita hanya mengenal karya puisi, namun mengenal sosok seorang Chairil nyaris sulit dijumpai dalam bentuk buku biografi.
Nah, usut punya usut, di balik lahirnya biografi ini ternyata tidak luput dari obsesi dan gagasan Salman Aristo, penulis skenario film. Semula ide membuat film Chairil datang, namun Aristo membutuhkan bahan dan riset mendalam terkait sastrawan bohemian ini. Pendek kisah, Hasan menyanggupi untuk melakukan riset dan menuliskannya.
Terkait materi tulisan, Hasan banyak melakukan riset pustaka di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin. Selain itu, ia pun melakukan wawancara personal dengan Ninik, adik Chairil, dan Eva, anak Chairil Anwar.
“Tantangan menulis biografi ini mencari ‘film material’ dalam bahasa Aristo,” jelas Hasan. Biografi Chairil akhirnya selesai dalam delapan bulan.
Menjelang diskusi dibuka, Agus Noor, yang dikenal sebagai penulis cerpen, membuka perbincangan, “Chairil Anwar itu seorang yang romantis. Itu yang tidak diketahui oleh banyak orang.” Agus menambahkan, setidaknya ada empat perempuan dalam hidup Chairil dan jejaknya ada dalam sajak-sajaknya.
Obrolan seputar Chairil bertambah hangat dan seru ketika, Nurudin, seorang mahasiswa bahasa dan sastra, UNJ, melontarkan pertanyaan isu plagliat Chairil Anwar. Terkait tuduhan plagiasi Hasan mengatakan, “Isu plagiasi yang dilakukan Chairil menurut saya bisa dimaklumi. Dia mencari referensi dari banyak buku agar puisinya membara.”
Sebelum diskusi dibuka, Bentara Bumi, dari komunitas Malam Puisi, membacakan puisi karya Chairil Anwar berjudul “Siap Sedia.” Sementara puisi berjudul “Diponegoro” dibacakan Husnizar Hood, dari Dewan Kesenian Kepulauan Riau, dengan lantang.
Berbeda lagi dengan Hanung Bramantyo, sebelum membacakan ia mengapresiasi puisi-puisiChairil yang berbahasa lugas, namun saat dibaca susahnya bukan main. Hanung akhirnya memilih puisi “Doa” untuk dibacakan, karena baginya mewakili konteks saat ini.
Ananda Sukarlan, pianis yang sering memusikalisasi puisi-puisi para penyair, menutup event seru ini dengan persembahan musik piano. Tak terasa, satu jam acara yang dipandu oleh Ndigun ini usai. Setelahnya, ada juga book signing dan foto bareng bersama pengisi acara.
Nah, bagi yang penasaran ingin membaca novel biografi Chairl ini yang bergaya filmis, penuh “adegan”, silakan dapatkan bukunya di toko buku terdekat di kotamu. Biografi ini juga bisa dibaca dalam versi e-book, kamu bisa mengunduh di Google PlayStore.
Foto: indonesiakaya.com