Bali tidak hanya terkenal dengan keeksotisan pulaunya, tetapi juga kehidupan masyarakatnya. Siapa sangka, dibalik semua itu masih banyak keragaman budaya Bali yang belum diketahui banyak orang,salah satunya tarian Sang Hyang Dedari.
Yup, selama ini kita mungkin jarang sekali mendengar tarian Sang Hyang Dedari. Tapi jangan khawatir, karena Erwin Arnada memberikan gambaran tentang tarian ini dalam buku Jejak Dedari. Nah, bagi kamu yang ingin tahu lebih dalam tentang karya terbarunya, yuk ikuti obrolan seru bersama Erwin Arnada melalui #TanyaPenulis di bawah ini.
Carinrianaditya: Novel ini berbicara tentang intoleransi? Tapi kenapa latarnya harus Bali?
Jejak Dedari tidak bicara tentang intoleransi ‘ansich’, tapi lebih bicara tentang pengorbanan seorang ibu untuk anaknya demi mengembalikan derajat keluarga. Disinggung juga soal hak kesetaraan anak-anak difabel, untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan bagaimana pentingnya berjuang untuk meraih mimpi.
Detanrfzh: Saya selalu suka novel yang menyuguhkan kisah-kisah lokalitas. GagasMedia sendiri pernah menerbitkan Kei – Erni Aladjai, Lampau & Catatan Ayah tentang Cintanya kepada Ibu – Sandi Firly yang kental sekali akan nilai lokalitas, adat dan kebudayaan juga berhasil membuat saya terkesan. Pertanyaan saya untuk Kak Erwin, kenapa saya harus membaca Jejak Dedari? Apa keistimewaan novel Kakak dibanding novel lokalitas lainnya?
Kisahnya terinspirasi dari kehidupan masyarakat desa di Bali yang hampir semuanya bisu tuli. Dalam novel ini ada tokoh Rare yang bisu tuli tapi ingin jadi penari Sang Hyang Dedari. Dia dianggap sebagai anak kutukan, pembawa sial. Nah, kisah impian Rare ini yang menggulirkan konflik tokoh dan karakter dalam novel ini. Keunikan novel ini salah satunya pada ending cerita,juga banyak mengungkap budaya dan tradisi bali yang tak pernah diangkat/diceritakan ke publik
chosi17: Apa pendekatan yang Anda gunakan dalam menulis novel Jejak Dedari? Pendekatan sosiologis, psikologis, atau apa? Karena setahu saya novel ini diangkat dari tradisi lokal di sebuah desa di Bali.
Saya memakai pendekatan semiotik. Karena Jejak Dedari bercerita tentang mitologi yang berkaitan dengan simbol-simbol dan tanda-tanda sebagai cara bertutur.
Linaern: Pengalaman apa saja yang didapat selama menulis cerita ini? Apakah selama proses pembuatan cerita ini, Kakak terjun langsung untuk mengetahui lebih dalam mengenai seluk-beluk kehidupan di desa itu?
Saya bukan sekadar terjun. Saya melakukan riset selama 3 tahun tentang budaya Bali dan aspek-aspeknya. Saya berinteraksi langsung dengan penduduk dan para ketua adat di sana.
Yogieyoo: Ide tulisan ini dari mana? Apakah kendala ketika menyelesaikan buku ini? Dan bagaimana cara mengatasi kendala tersebut?
Ide tulisan itu saya dapatkan ketika tahun 2009 saya main ke desa di Bali Utara. Saya melihat sesuatu yang unik dan perlu diceritakan ke publik. Kendalanya sumber yang saya ingin wawancara hampir semuanya bisu tuli. Cara mengatasinya saya harus ditemani oleh orang yang bisa berbahasa isyarat.
Ukhtichusna: Mengapa kakak memilih memberi judul Jejak Dedari dalam cerita Kakak yang ini ? Apa yang menginspirasi tulisan Kakak? Ada nggak pengalaman kehidupan Kakak yang dituangkan dalam cerita ini?
Kenapa judulnya Jejak Dedari,karena saya membicarakan sebuah tarian atau tradisi yang berkaitan dengan persembahyangan atau ritual kepada “Sang Hyang” yang dalam hal ini disimbolkan oleh bidadari (dedari).
Dianggapalnitak: Bagaimana kabar ‘Rare’ lainnya yang ada di Bali, Kak? Juga mengapa dengan ‘Penari Sanghyang’ yang dipilih sebagai pembuktian bahwa buta tuli itu bukan kutukan?
Tradisi di Bali, tarian Sang Hyang Dedari akan dipentaskan bila ada satu desa yang kena musibah, wabah dan hal hal buruk yang menyusahkan penduduk desa. Untuk menyucikan lagi desa tersebut (membuang bala), maka penduduk desa akan minta bantuan dedari (bidadari) . Caranya dengan mempersembahkan tarian sakral Sang Hyang Dedari. Stempel kutukan terhadap anak bisu tuli adalah mitos yang berkembang di desa tersebut.
Rafikaarv: Dibalik judul dan kover dari novel ini apakah ada arti tersendiri, Kak? Soalnya aku penasaran banget kovernya misterius gitu.
Covernya menyimbolkan penari SangHyang Dedari. Kalau judulnya, yang mengesankan misteri mungkin ‘dedari’nya yang artinya bidadari. Tariannya sendiri memang sakral. Ada unsur mistik (Bali) di dalamnya.
enafilah_: Motivasi menulis Jejak Dedari apa?
Sebagai ungkapan rasa cinta saya kepada budayadan tradisi Bali. Selain keinginan mengenalkan budaya dan kehidupan masyarakat Bali yang jarang disorot orang.
Saraahhazz: Kak, kok bisa sih kepikiran nama tokohnya itu Rare? Kebetulan, apa ada something-nya Kak?
Rare adalah nama bocah yang ada dalam cerita lakon wayangsapu leger. Dikenal juga sebagai anaknya Btara Siwa.
Sudah tahu, kan, cerita singkat di balik pembuatan Jejak Dedari? Nah, kini saatnya kamu untuk membaca kisah lengkapnya. Dapatkan buku Jejak Dedari di toko-toko buku terdekat atau unduh e-booknya via PlayStore. Selamat membaca!