Karine: Membaca dan Menulis, Itu Intinya

I-Promise-You

Menurut saya, sebenarnya tidak ada hal yang terlalu khusus dalam menulis fiksi berdasarkan genre tertentu. Apa pun genrenya, hal terpenting dalam menulis adalah perpaduan antara cerita, karakter, dan plot. Begitu pun dengan cerita remaja, seperti yang saya tulis dalam novel I Promise You.

I-Promise-YouMenurut saya, sebenarnya tidak ada hal yang terlalu khusus dalam menulis fiksi berdasarkan genre tertentu. Apa pun genrenya, hal terpenting dalam menulis adalah perpaduan antara cerita, karakter, dan plot. Begitu pun dengan cerita remaja, seperti yang saya tulis dalam novel I Promise You.

Cerita remaja identik dengan cerita yang ringan dan menghibur. Rumus dasarnya juga begitu-begitu saja. Tak jauh-jauh dari soal cinta, persahabatan, dan pencarian jati diri. Dan karena ini merupakan jenis cerita yang sudah ditulis “berjuta-juta” kali. Tugas si penulis kemudian adalah membuatnya tetap terasa tidak membosankan. Nah, di sinilah plot atau alur cerita dan karakter para tokohnya menjadi kekuatan utama.

Kelihaian dalam mengolah plot adalah tantangan. Berusaha menyajikan berbagai twist yang membuat penasaran, tapi tidak belibet. Dialog juga penting. Tidak berat, tapi juga berusaha untuk tidak terlalu menye-menye. Smart, tapi tidak menggurui.

Bagaimana dengan gaya bahasa? Ini sebenarnya adalah ciri khas masing-masing penulis. Namun secara umum, remaja biasanya bicara dalam bahasa yang tidak formal, cenderung gaul. Meski begitu, kalau terlalu gaul bisa jadi alay dan malah membuat eneg yang membaca. Begitupun kalau terlalu serius. Saya sendiri lebih menyukai gaya bahasa yang tidak sangat gaul tapi juga tidak terlalu formal.  

Ohya, meskipun dalam novel ini saya menyajikan tema romance dengan satu fokus konflik utama, tapi saya juga tetap memperlihatkan tokoh-tokoh utama memiliki cerita kehidupan yang lain. Bagi saya, ini akan membangun kehidupan si tokoh menjadi lebih utuh sehingga memberi kesan realistis cerita. Tapi porsinya, ya, secukupnya saja karena jika berlebihan malah kesannya nggak fokus atau malah bertele-tele.

Selain itu, ending juga menjadi salah satu titik kunci. Bagi saya, ending dalam sebuah novel populer sebaiknya adalah happy ending. Bahagia di sini tidak selalu berarti si tokoh utama mendapatkan apa yang ia inginkan, tapi setidaknya ada penyelesaian akhir yang menyenangkan dan terasa adil serta masuk akal bagi semua orang.

Berikutnya, adalah karakter. Karakter merupakan nyawa sebuah cerita. Dalam novel, kemampuan penulis untuk mendeskripsikan karakter-karakternya lewat tuturan kata demi kata, adalah sangat penting. Karakter bukan hanya menyangkut gambaran fisik, tetapi lebih dari itu.  

Karakter kita juga harus ‘masuk akal.’ Jika kita mengambil karakter remaja, tentulah kita harus membuat karakter kita believable bahwa ia benar-benar remaja. Bisa dituturkan dari cara pengungkapan pikirannya, gaya bicaranya, atau kebiasaan-kebiasaannya. Tentu agak aneh kalau kita menulis sosok remaja, tapi cara berpikirnya terlalu tua atau dewasa, atau terlalu kekanak-kanakan.

Bagi saya pribadi, menciptakan karakter yang kuat masih merupakan tantangan terbesar dalam menulis. Ketika menulis, kita harus masuk ke dalam karakter-karakter tersebut agar mereka hidup dan bernyawa. Penulis itu tak ubahnya aktor yang kadang harus “memerankan” banyak karakter sekaligus. Kita tidak mungkin menulis karakter yang tidak kita pahami karena hasilnya pasti akan menjadi dangkal.

Jika kita, sebagai penulis, memiliki karakter atau berusia sama dengan tokoh yang kita tulis, mungkin kesulitan kita sedikit berkurang. Agak menjadi rumit ketika kita tidak memiliki keduanya. Di sinilah riset menjadi penting. Kalau kita ingin menulis cerita remaja tapi kita bukan lagi remaja, ya jangan segan untuk melakukan pengamatan dan memperbarui informasi tentang apa yang sedang ngetren di kalangan remaja. Zaman sudah super-canggih, jadi sebenarnya itu bukan hal sulit. Tinggal rajin-rajin memantau internet atau media sosial saja. Usahakan untuk nge-blend dengan karakter yang kita ciptakan.

Last but not least, yang terpenting dalam menulis, tak peduli mau menulis genre apa pun, adalah selalu rajin membaca dan menulis. Membaca dan menulis, membaca dan menulis, membaca dan menulis. Membaca sangat membantu dalam menambah wawasan dan pengetahuan. Jika kita ingin menulis genre tertentu, ya usahakan untuk membaca buku-buku sejenis. Membaca menjadi semacam referensi dalam menulis. Dari sini kita bisa mempelajari, seperti apa sih tulisan yang bagus itu, seperti apa tulisan yang disukai orang? Risikonya, kadang kita bisa terpengaruh gaya tulisan seseorang. Tapi siapa sih yang nggak terpengaruh sama siapa? Selama hal itu baik dan tidak sampai jatuh pada plagiarisme, menurut saya nggak masalah.

Kemudian, menulislah. Ya tentu saja, kalau kita ingin menjadi penulis ya harus benar-benar menulis. Mungkin ini saran klise  dan terdengar sepele, tapi sebenarnya justru paling berat (saya sendiri mengalaminya). Setiap kali ide melintas, segera tuangkan dalam tulisan. Menulis adalah juga masalah moment. Seringkali jika moment sudah lewat, “rasa” tulisan pun sudah berbeda atau lebih parah lagi, kita lupa apa yang ingin kita tulis. Jika sudah sering mendengar kalimat bahwa semakin sering menulis maka kemampuan kita akan semakin terasah, maka hal itu memang benar adanya. Jadi, mari kita menulis! ^_^ (Karine)

RACUN SANGGA