Halo, GagasAddict! Kali ini saya diberi kesempatan untuk berbagi tip mengembangkan ide terkait novel perdana di GagasMedia yang berjudul Let It Be Love. Jika tiap penulis punya cara masing-masing untuk mengembangkan ide, maka saya juga punya beberapa pengalaman. Intip pengalaman saya, yuk!
Halo, GagasAddict! Kali ini saya diberi kesempatan untuk berbagi tip mengembangkan ide terkait novel perdana di GagasMedia yang berjudul Let It Be Love. Jika tiap penulis punya cara masing-masing untuk mengembangkan ide, maka saya juga punya beberapa pengalaman. Intip pengalaman saya, yuk!
1. Mulailah dari ide yang sederhana
Kesuksesan sebuah tulisan tentu berawal dari ide. Ia adalah awal dan akar dari sebuah karya, dan karena itu, pengembangan ide menjadi sangat penting dalam tiap proses penggarapannya. Perlu diingat, tidak benar-benar ada ide yang orisinal. Setiap ide pasti muncul akibat suatu referensi lain. Karena itu, jangan takut untuk mengeluarkan ide. Sebagai permulaan, carilah ide yang sederhana (ide biasa pun tidak apa-apa ^_^), karena yang menjadikan sebuah ide itu bagus atau tidak adalah proses penggarapannya.
Sebuah ide yang sederhana, akan lebih mudah dikembangkan, lebih bebas untuk dieksplorasi dan lebih terbuka untuk dipadukan dengan ide lain. Seperti dalam novel Let It Be Love, ide dasarnya berawal dari kesukaan saya pada seni, juga keinginan saya menyatukan seni dan desain agar saling melengkapi.
2. Sensitif menangkap ide
Sebagai penulis haruslah sensitif menangkap ide. Ide tidak harus jauh dicari, atau dipaksa keras hingga memeras otak. Apa pun yang ada di sekeliling, bisa dijadikan ide dasar jika rasa sensitif tersebut dipakai. Keseharian, atau bahkan pengalaman pribadi pun bisa jadi ide awal yang menarik. Karena itu, perbanyaklah mengamati fenomena, mendengarkan kisah orang-orang terdekat sebagai rangsangan utama pencarian ide.
Selain itu, banyak membaca sangat penting untuk menunjang kerangka berpikir menuju proses pengembangan ide. Jangan membatasi diri terhadap ide apa pun yang tertangkap karena bisa jadi dari sekian banyak ide yang terlintas, ada satu-dua yang menarik untuk digarap. Karena banyaknya sumber-sumber ide, jadi harus ditunjang dengan kemampuan mengabadikannya. Salah satu cara yang paling ampuh adalah dengan mencatat.
3. Konstelasikan idemu dan bantu dengan referensi
Catat semua ide yang terlintas karena ide atau gagasan sering kali mudah hilang atau terlupa. Membangun ide dasar adalah tahap awal dari pengembangan ide. Tahap ini penting untuk membuka pikiran penulis untuk mengembangkan idenya dengan mengeluarkan segala macam pernyataan atau pertanyaan yang berkaitan dengan ide dasar. Dari sinilah, ide yang sederhana bisa berubah menjadi menarik, atau bahkan menjadi rumit.
Selain itu, mulailah mencari referensi yang bisa menunjang ide dasar. Hal-hal apa yang bisa saya cari, bisa dilihat dari hasil konstelasi ide. Referensi sangat penting untuk memperkaya wawasan penulis (khususnya ketika menggarap background/setting kisah), menjadikan tulisannya lebih hidup, realistis dan berbobot. Referensi bisa didapat dari mana saja. Dari buku-buku, internet, atau terjun langsung ke lapangan adalah cara terbaik untuk mendapatkan referensi yang lebih valid, akurat, dan aktual. Dengan memperkuat referensi, penulis juga bisa memperhatikan detail dan logika tulisannya. Jika referensi dirasa sudah cukup, selanjutnya biar imajinasi yang bicara dan meramunya.
4. Ciptakan nuansamu
Nuansa—bagi saya pribadi—sangat krusial dalam proses mengembangkan ide. Tidak hanya itu, peran nuansa bagi saya lebih kepada membangun minat dan mood dalam menulis. Nuansa ini juga yang akan menjadi warna tersendiri untuk sebuah tulisan.
Dalam novel Let It Be Love saya mencoba membangun nuansa ‘seni dan desain’ yang cukup kentara. Karena itu, unsur-unsur yang menunjang tulisan tersebut sebagian besar diarahkan ke sana. Berusahalah untuk tidak keluar dari nuansa yang telah dikonsepkan, agar tulisan jauh lebih terarah, kuat, dan konsisten.
Selain dari referensi yang kuat, membangun nuansa juga bisa berasal dari mood si penulis. Dalam tiap tulisan yang saya garap, saya biasanya punya soundtrack khusus yang saya rasa sangat sesuai dengan kisah yang tengah saya tulis. Sebagai bocoran, untuk novel Let It Be Love, ada tiga lagu yang saya jadikan soundtrack khusus, yaitu; “Kala Cinta Menggoda” dari Chrisye, “Harmoni Nada Cinta” dari Emoni Bali, dan—tentunya “Con te Partiro” dari Andrea Bocelli. ^_^
5. Tulisan itu seperti bangunan
Ya, mungkin itu kalimat yang tepat untuk menggambarkan proses pengembangan ide. Penulis membangun kerangka bangunan itu dalam imajinasinya. Ide dasar sebagai batu pertama dan referensi sebagai konstruksi penyangga. Pondasi inilah yang selanjutnya akan memudahkan penulis ketika mengonsepkan background, plot cerita, karakter atau penokohan hingga konflik-konflik dalam cerita yang digarapnya.
Ada baiknya penulis merumuskan semua itu dalam satu buku khusus. Selain sebagai dokumentasi pribadi, buku tersebut ampuh menambah semangat saat menulis karena merekam proses yang bisa dibaca ulang.
6. Mulailah menulis
Tidak ada kata yang baik untuk memulai sebuah tulisan selain; mulailah menulis. Ya, jika ide sudah didapat, dan referensi juga rancangan awal konsep sudah cukup, maka mulailah kata pertamamu. Tidak perlu menunggu konsep hingga matang, atau mencari setumpuk referensi untuk memulai kata pertama. Dengan memulainya, penulis justru bisa menyempurnakan konsep tulisannya. Dua kegiatan itu bisa dilakukan bersamaan. Jangan sampai terlalu lama menggarap ide karena bisa jadi menjenuhkan. Mulailah menulis, dan biarkan ide dan konsep itu menemukan muaranya dalam kata-kata.
Sulitnya memulai kata, sama dengan sulitnya mengakhiri cerita. Permasalahan penulis juga sering kali terjadi di tengah-tengah proses penulisan. Apa yang disebut sebagai writer’s block kerap kali melanda. Jika itu terjadi, ‘tinggalkan’ sejenak tulisan dan carilah ‘pengalihan’. Pengalihan itu bisa didapat dengan mencari inspirasi-inspirasi baru, melakukan hobi dan membaca buku. Saya pribadi berusaha agar pengalihan tersebut tidak jauh-jauh dari tulisan saya. Hal termudah adalah dengan kembali membangun nuansa sehingga semangat untuk menulis itu bisa kembali lagi. Jika itu bisa teratasi, maka proses menulis bisa jadi menyenangkan.
Last words; just keep writing, finish your story!