Tidak Ada Kata Waras 100 Tahun Mendatang
Jika sekarang, orang menyebut zaman ini adalah zaman edan, lain halnya di tahun 2111. Sebutan itu sudah tidak berlaku lagi. Di tahun 2111 ini, semua orang memang sudah edan, alias gila!
Kemenangan Partai Orang Gila di tahun 2089 mengubah segala bentuk kewarasan pada sistem pemerintahan. Dengan sendirinya, mereka—para wakil rakyat—mengutamakan kepentingan orang gila yang menjadi mayoritas penduduk di sini.
Semua yang ada di Jakarta sudah benar-benar gila. Tidak ada rambu-rambu jalanan, setiap orang bebas tertawa sekeras-kerasnya meski tidak ada hal yang lucu, dan yang paling parah, banyak orang yang hobi menganggap dirinya sebagai sesuatu. Entah itu pohon, tong sampah, atau apapun yang ada di pinggir jalan.
Apa yang terjadi di Jakarta tahun 2111 memang sudah tidak harmonis. Orang-orang di zaman ini berpakaian layaknya orang gila. Compang-camping dan bau. Namun, semakin compang-camping dan bau, maka mereka semakin trendi.
Satu hal yang patut dicatat di zaman ini: sesuatu yang bersifat “waras” dianggap “penyakit sosial”, bahkan “sampah masyarakat”! Mereka yang berpakaian rapi dan necis, mereka yang berakhlak dan mampu meredam amarah, mereka yang berpikiran positif, mereka yang bermoral, dan mereka yang berperilaku baik akan dicap sebagai sebagai orang waras.
Mereka yang seperti itu tidak akan memperoleh tempat dalam struktur sosial orang gila. Mereka terpaksa dimasukkan ke Panti Orang Waras agar mereka bisa dibimbing untuk kembali menjadi orang gila. Ya, “waras” memang menempati posisi yang sama dengan “gila” saat Jakarta masih waras.
“Kegilaan” lainnya dapat kamu temukan dalam buku terbaru Andre Syahreza yang berjudul Black Interview: Jakarta, 100 tahun kemudian. Black Interview bukanlah serangkaian cerpen, tapi merupakan nama rubrik di majalah djakarta! yang menekankan setting waktu: bagaimana kira-kira wajah Jakarta 100-an tahun ke depan?
Konsep tulisan yang terdapat dalam buku ini memang cukup nyentil, alias bersifat menyindir. Tentunya, dengan cara yang berbeda dan imajinatif, yaitu dengan membalik logika-logika yang sedang berlangsung di masa sekarang.
Namun, jangan harap kamu bisa menemukan banyak wawancara dalam buku ini. Karena meskipun terdapat kata “interview” dalam buku Black Interview, tapi Andre hanya menjadikannya sebagai interpretasi dialogis di masing-masing kepala pembacanya.