Buruan Nikah
Siapa sih yang nggak bahagia punya sahabat dari kecil sampai gede? Apalagi kalau lahirnya cuma beda beberapa menit aja. Hmmm, kebayang dong serunya kayak apa?
Inilah yang terjadi pada Mae, Beni, Guntoro, dan Eman. Berawal dari sebuah tempat bersalin yang di depannya bertuliskan Bidan Zainab, empat orang ibu menunggu kelahiran anak mereka. Hanya selang beberapa menit saja, chaotic yang terjadi di Bidan Zainab hilang dengan jerit tangis bayi-bayi mungil mereka.
Kedekatan Mae, Beni, Guntoro, dan Eman tidak berhenti sampai di Bidan Zainab aja. Mereka pun tumbuh bersama seiring waktu yang berjalan sampai akhirnya mereka tumbuh sebagai anak-anak remaja yang memiliki impiannya masing-masing.
Mae bercita-cita menjadi seorang Polwan. Beni ingin menjadi petinju seperti Muhammad Ali atau Chris John. Sedangkan Guntoro, mau menjadi seorang pelaut layaknya Ibn Batuta. Dan, Eman berangan-angan untuk menjadi dokter.
Namun, sayang. Impian keempat orang sahabat itu harus kandas karena orang tua mereka tidak menyetujuinya. Mereka kehilangan mimpinya dan terpaksa mengubur mimpinya. Mereka frustasi.
Di tengah frustasi yang dialami keempat orang ini, gaplek dan TTS selalu setia menemani. Sampai suatu saat, salah seorang di antara mereka yaitu Mae, dihadapkan pada ‘Kewajiban Sejarah’.
“Sebagai anak tunggal, kamu punya satu kewajiban sejarah terhadap keluarga.”
“Kewajiban sejarah? Apa itu, Pak?”
“….”
“….”
“Kamu harus nikah.”
“HA?”
Sejak saat itulah, kedua orangtua Mae gencar mencarikan calon mantu bagi puterinya. Namun, usaha itu pun berulang kali gagal. Hingga akhirnya Ibunda Mae sakit keras. Sebagai anak, Mae pun memutuskan untuk menyelamatkan sang Ibu dengan cara salah satu dari ketiga sahabatnya itu harus menikahinya.
Apa yang terjadi pada Mae selanjutnya? Siapakan dari ketiga sahabatnya itu yang akan menjadi jodoh Mae? Tumukan jawabannya dalan novel adaptasi terbaru GagasMedia yang berjudul Get Married.
Novel yang ditulis oleh Ninit Yunita ini diadaptasi dari script film layar lebar karya Musfar Yasin. Pada novel ini, karakter Mae, Beni, Guntoro, dan Eman terlihat begitu kuat. Dengan gaya bahasa yang ngalir dan apa adanya, kamu semua bisa membayangkan ciri khas tokoh-tokoh sentral dalam filmnya. Jadi, jangan heran ketika kamu membaca novel ini, seolah-olah kamu mendengar suara Nirina, Desta, Ringgo, atau Aming saat sedang berbicara.